Minggu, 21 September 2014

Reading Course II

Konsep Dasar Etika Umum
Istilah “etika” berasal dan bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia; adat, ahlak, watak, perasaan; sikap; dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha mempunyai adat kebiasaan. Menurut filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat/moral. Sehingga berdasarkan asal usul kata, maka etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.

A.   Etika dan Moral

Etika
Etika adalah bagian filsafat yang meliputi hidup baik,menjadi orang yang baik, berbuat baik dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup.
Kata ”Etika” menunjukkan dua hal, yang pertama: disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilia dan pembenaran nya. Kedua: pokok permasalahan disiplin ilmuitu sendiri yaitu nilai-nilai hidup kita yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku kita.
Etika berasal dan bahasa Inggris Ethics, artinya pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat yang harus dilaksanakan oleh manusia sesuai dengan moral pada umumnya.
Etika berasal dan bahasa Latin Mos atau Mores (jamak), artinya moral, yang berarti juga adat, kebiasaan, sehingga makna kata moral dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1953), Etika artinya ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 198) etika mengandung arti:
a.       Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral.
b.      Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c.       Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Bertens merurnuskan arU kata etika sebagai berikut:
a.       Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma- norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, arti ini bisa dirumuskan sebagai sistem nilai. Sistem nilai bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
b.      Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik.
c.       Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk.

Faktor-faktor yang melandasi etika adalah meliputi hal tersebut dibawah ini:
a.       Nilai-nilai atau value.
b.      Norma.
c.       Sosial budaya, dibangun oleh konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
d.      Religius
1)      Agama mempunyai hubungan erat dengan moral.
2)      Agama merupakan motivasi terkuat perilaku moral atau etik.
3)      Agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling penting.
4)      Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para anggotanya.
e.       Kebijakan atau policy maker, siapa stake holders nya dan / bagaimana kebijakan yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai etika maupun kode etik.


Terdapat tiga pembagian mengenai etika, yaitu sebagai berikut:
a.       Etika deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif tidak memberi penilaian tetapi menggambarkan moralitas pada individu-individu tertentu, kebudayaan atau subkultur tertentu dalam kurun waktu tertentu.
b.      Etika normatif
Pada etika normatif terjadi penilaian tentang perilaku manusia. Penilaian ini terbentuk atas dasar norma. Etika normatif bersifat preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentukan benar atau tidaknya tingkah laku. Etika normatif menampilkan argumentasi atau alasan atas dasar norma dan prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam praktik.
c.       Metaetika
“Meta” berasal dan bahasa Yunani yang berarti melebihi atau melampaui. Metaetika mempelajari logika khusus dan ucapan-ucapan etis. Pada metaetika mempersoalkan bahasa normatif apakah dapat diturunkan menjadi ucapan kenyataan. Metaetika mengarahkan pada arti khusus dan bahasa etika.

Moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Beberapa sistem filsafat moral :
1.      Hedonisme
Ditemukan pada aristipos dari Kyrene (sekitar 433 – 355 SM) seorang murid Sokrates.
Hedonimesme itu sendiri merupakan suatu kesamaan yang dapat memuaskan keinginan dan meningkatkan kuantitas kesenangan atau kenikmatan dalam diri kita.
2.      Aeudominisme
Menurut pendapast Aristoteles (384 – 322 SM) ia menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan yang dapat dikatakan bahwa setiap perbuatan kita ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita. Contohnya kita minum obat untuk bisa tidur dan kita tidur untuk dapat memulihkan kesehatan.  
3.      Utilitatisme
a.       Utilitasrime klasik
Aliran ini berasal dari tradisi pemikiran moral di United Kingdom dan dikemudian hari berpengaruh keseluruh kawasan yang berbahasa Inggris. Pada tahun 1711 – 1776 David Hume memberikan sumbangan penting kearah perkembangan aliran sebagai dasar etis untuk memperbaharui hukum Inggris khususnya hukum pindana.
b.      Utilitarisme aturan
Ditemukan oleh filsafat Inggris yaitu Stephen Toulmin. Menegaskan bahwa prinsip kegunaan tidak harus diterapkan atas aturan moral yang mengatur perbuatan kita.

4.      Deontologi
Disini memperhatikan hasil perbuatan baik tidaknya perbuatan dianggap tergantung pada konsekuensinya.

Kaidah dasar moral
1.               Kaidah sikap baik
Dimaksudkan bahwa kita wajib bertindak sedemikian rupa sehingga ada kelebihan dari akibat baik dibandingkan tingkat akibat buruk.
2.     Kaidah keadilan
Maksudnya yaitu keadilan dalam membagikan yang baik dan yang buruk.

Tahap-tahap dalam perkembangan moral
1.               Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini si anak mengaku adanya aturan-aturan dan baik serta buruk mulai mempunyai arti baginya tapi hal itu semata-mata dihubungkan dengan reaksi orang lain.
2.     Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini biasanya anak mulai beralih ke tingkat antara umur 10 dan 13 tahun. Disini perbuatan mulai dinilai atas dasar norma umum dan kewajiban serta otoritas di junjung tinggi.
3.     Tingkat Pascakonvensional
Tingkat ini disebut juga tingkat ”otonom” atau tingkat berprinsib. Pada tingkat ketiga ini hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar prinsib yang dianut dalam batin.


Moralitas berasal dari bahasa latin Moralitas, artinya :
a.       Segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya
b.      Sifat moral atau keseluruhan azas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk

B.   Amoral dan Imoral

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata amoral berarti tidak bermoral atau tidak berakhlak. Sedangkan immoral berarti bertentangan dengan moralitas yang baik,secara moral buruk, tidak etis.

C.   Etika dan Etiket
Etiket berasal dan bahasa Inggris Etiquette, Etiket berarti sopan santun, sedangkan
 Etika berarti moral dalam berprilaku.

Persamaan etika dengan etiket:
a.       Sama-sama menyangkut perilaku manusia.
b.      Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan  
          atau tidak boleh dilakukan.

Perbedaan antara etiket dengan etika:
Etiket :
1.      Menyangkut cara sesuatu perbuatan yang harus dilakukan
2.      Hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain tidak berlaku
3.      Bersifat relative, tidak sopan dalam satu kebudayaan, sopan dalam kebudayaan lain
4.      Memandang manusia dari segi lahiriyah

Etika :
1.      Tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan itu sendiri
2.      Selalu berlaku, tidak tergantung hadir atau tidaknya seseorang
3.      Bersifat absolut, contoh “Jangan mencuri”, “Jangan berbohong”
4.      Memandang manusia dan segi bathiniah

D.      Etika Sebagai Cabang Ilmu Filsafat
Etika sebagai cabang filsafat merupkan sebuah peranan seperti halnya agama, politik, bahasa, dan ilmu-ilmu pendukung yang telah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun. Etika sebagai cabang filsafat menjadi refleksi krisis terhadap tingkah laku manusia, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuatu dengan tingkah laku bagus saja. Ia harus bertindak berdasarkan pertimbangan akal sehat, apakah bertentangan atau membangun tingkah laku baik.
Dalam hal ini akan mencoba memberikan alternatif pemecahan dengaan membahas tentang “Etika Sebagai Cabang Filsafat”.
Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Menurut Surajiyo Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi. (Surajiyo: 2010)
1.       Arti Secara Etimologi
Filsafat dari kata philo yang berarti cinta dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Secara etimologi filsafat berarti cinta terhadap ilmu dan hikmah. Dalam hubungan ini al-Syabani berpendapat, bahwa filsafat bukanlah hikmah melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk itu ia mengatakan bahwa filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
2.       Arti Secara Terminologi
Menurut istilah (terminologi) filsafat adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan falsafah Islam, memusatkan perhatian pada falsafah Islam dan menciptakan sikap positif terhadap falsafah Islam. Filsafah Islam merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap filsafat islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman. Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua sagi, yaitu:
1.   Segi semantik: filsafat berasal dari bahasa Arab yaitu falsafah. Dari bahasa Yunani yaitu philosophia, yaitu pengetahuan hikmah (wisdom). Jadi, philosophia berarti cinta pengetahuan, kebijaksanaan dan kebenaran. Maksudnya ialah orang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya dan mengabadikan dirinya kepada pengetahuan.
2.   Segi praktis, filsafat yaitu alam pikiran artinya berfilsafat itu berpikir. Orang yang berpikir tentang filsafat disebut filosof, yaitu orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh di dalam tugasnya. Filsafat merupakan hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi, filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. (M. Yatimin Abdullah: 2006)
Dalam pengertian lain Burhanuddin Salam (2009) dalam pengantar filsafatnya  mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit dan dalam arti yang luas. Dalam arti yang sempit, filsafat diartikan suatu ilmu yang berhubungan dengan metode logis atau analisis logika bahasa dan makna-makna, filsafat diartikan sebagai “Science of science”, di mana tugas utamanya memberikan analisis kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep ilmu, dan mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagai lapangan pengalaman manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup.
Selanjutnya beliau secara singkat mengemukakan makna daripada filsafat, yaitu:
1)   Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta;
2)   Filsafat ialah suatu metode berpikir reflektif, dan penelitian penalaran;
3)   Filsafat ialah suatu perangkat masalah-masalah;
4)   Filsafat ialah seperangkat teori dan sistem berpikir. (Burhanuddin Salam: 2009)
Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan gabungan dari dua kata, yakni “philo” yang berarti “cinta” dan “sophos” yang berarti “kebijaksanaan”. Dengan demikian, secara etimologi filsafat mempunyai arti “cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). (Muhamad Mufid: 2009) Jadi, menurut namanya, filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta kepada kebijaksanaan. (M. Ahmad Syadalim: 1999) Kata filsafat petama kali digunakan oleh pythagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti halnya yang banyak dipakai sekarang ini oleh para kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399 SM). (Surajiyo: 2010)   Dari berbagai pengertian di atas Yatimin Abdullah (2006) melihat pengertian filsafat dari segi istilah, berarti juga melihat filsafat dari segi definisinya. adapun definisi ilmu filsafat yang diberikan oleh para ahli filsafat adalah sebagai berikut:
1.       Plato (427 SM-347 SM) Mengatakan filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengatahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli),
2.       Aristoteles (384 SM-322 SM) Mengatakan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang mengikuti kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan etistika.
3.       Al-Farabi (889-950 M) Mengatakan filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
4.       Immanuel Kant (1724-1804 M) Mengatakan filssafat ialah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu Tuhan, alam, pikiran dan manusia.
5.       Prancis Bacon Mengatakan filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu dan filsafat menangani semua pengatahuan sebagai bidanngnya.
6.       John Dewey mengatakan filsafat harus dipandang sebagai suatuu pengungkapan menggenai penjuangan manusia secara terus-menerus.
Perbedaan definisi itu menurut Ahmad Tafsir (1992) disebabkan oleh berbedanya konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu karena perbadaan keyakinan hidup yang dianut mereka. Perbadaan itu juga dapat muncul karena perkembangan filsafat itu sendiri yang menyebabkan beberapa pengetahuan khusus memisahkan diri dari filsafat. Sampai di sini dapat diambil kesimpulan bahwa perbadaan definisi filsafat antara satu tokoh dengan tokoh lainnya disebabkan oleh perbadaan konotasi filsafat pada mereka masing-masing.
Berfilsafat adalah berpikir, namun tidak semua berpikir adalah berfilsafat. Berpikir dikatakan berfilsafat, apabila berpikir tersebut memiliki tiga ciri utama, yaitu: radikal, sistematik, dan universal.
Berpikir radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akar persoalan, berpikir terhadap sesuatu dalam bingkai yang tidak tanggung-tanggung, sampai kepada konsekueisinya yang terakhir. Berpikir sistematik, artinya berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah (step by steep) dengan penuh kesadaran, dengan urutan yang bertanggung jawab. Berpikir unifersal, artinya berpikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan aspek yang konkret dan absrtak atau yang fisik dan metafisik. (Cecep: 2008)
 Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Bagian-bagiannya meliputi:
1.     Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,
2.     Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
3.     Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,
4.     Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,
5.     Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,
6.     Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.
    Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi karena ilmu tersebut kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri. (Alfan: 2011)
    Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat.
Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibnu Sina memberi petunjuk dalam pemikiran filsafat terhadap bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ilmu etika.
    Ibn Khaldun dalam melihat manusia mendasarkan pada asumsi-asumsi
kemanusiaan yang sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran Islam. Ia melihat sebagai mekhluk berpikir. Oleh karena itu, manusia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian pada berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban. Dalam pemikiran ilmu, Ibn Khaldun tampak bahwa manusia adalah makhluk budaya yang kesempurnaannya baru akan terwujud manakla ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang perlunya pembinaan manusia, termasuk dalam membina etika. Gambaran tentang manusia yang terdapat dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan yang amat berguna dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia, memperlakukannya, dan berkomunikasi dengannya. Dengan cara demikian akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang aman dan damai (M. Yatimin Abdullah: 2006).
Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk. Etika memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia. Filsafat sebagai pengetahuan berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran. (Yatimin: 2006) Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah filsafat etika. (Ahmad Tafsir: 2005).

E.   Peranan Etika Dalam Dunia Moderen
Peranan etika dalam dunia modern menyababkan adanya pluralism moral. Timbulnya masalah-masalah etis batu, seperti seorang pengusaha saos yang lebih mementingkan uang dibanding dengan memikirkan nasib para konsumen saos yang akan merasakan akibat saos yang dibuat secara ‘curang’. Masalah seperti ini muncul karena tidak adanya etika yang baik dari seorang pengusaha saos uang menyalahgunakan pengembangan teknologi. Masalah – masalah seperti ini menjadi tantangan bagi agamawan, karena masalah – masalah tersebut berkaitan dengan moral dan ajaran agama.
Etika perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia.
Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).
Pluralisme moral diperlukan karena:
1.     pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku,daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;
2.     modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional;
3.     berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.
Etika sosial dibagi menjadi:
·        Sikap terhadap sesama;
·        Etika keluarga;
·        Etika profesi,  misalnya etika untuk dokumentalis, pialang informasi;
·        Etika politik;
·        Etika lingkungan hidup; serta
·        Kritik ideologi.
Moralitas
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.
Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber  tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber.
Pluralisme moral
Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.
Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya.
F.       Moral dan Agama
Agama mempumyai hubungan erat dengan moral. Dsar terpenting dari tingkah laku moral adalah agama. Agama mengatur bagaimana cara kita hidup. Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi setiap penganutnya.
G.      Moral dan Hukum
Hukum berhubungan erat dengan moral. Contoh bahwa mencuri it adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar di masyarakat maka harus dengan hukum.

Menurut Bertens
Hukum :
a.       Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian lebih
         besar dan bersifat objektif
b.      Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
c.       Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi
d.      Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapat    
          merubah hukum. Hukum tidak menilai moral

Moral:
a.       Moral bersifat subjektif. tidak tertulis dan mempunyai ketidakpastian lebih besar
b.      Moral menyangkut sikap batin seseorang
c.       Moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang,  sanksi dari  
          Tuhan
d.      Moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara,  

          masyarakat dan negara tidak dapat merubah moral.