Konsep Dasar Etika
Umum
Istilah “etika” berasal dan
bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai arti
kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia; adat, ahlak, watak, perasaan; sikap;
dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha mempunyai adat kebiasaan.
Menurut filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat/moral. Sehingga berdasarkan asal usul kata, maka etika
berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan.
A. Etika dan Moral
Etika
Etika adalah bagian filsafat yang
meliputi hidup baik,menjadi orang yang baik, berbuat baik dan menginginkan
hal-hal yang baik dalam hidup.
Kata ”Etika” menunjukkan dua hal,
yang pertama: disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilia dan pembenaran nya.
Kedua: pokok permasalahan disiplin ilmuitu sendiri yaitu nilai-nilai hidup kita
yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku kita.
Etika berasal dan bahasa Inggris
Ethics, artinya pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang
baik, yakni tindakan yang tepat yang harus dilaksanakan oleh manusia sesuai
dengan moral pada umumnya.
Etika berasal dan bahasa Latin
Mos atau Mores (jamak), artinya moral, yang berarti juga adat, kebiasaan,
sehingga makna kata moral dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda.
Menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Poerwadarminta, 1953), Etika artinya ilmu pengetahuan tentang
azas-azas akhlak (moral). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 198)
etika mengandung arti:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral.
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Bertens merurnuskan arU kata
etika sebagai berikut:
a. Kata etika bisa dipakai dalam
arti nilai-nilai dan norma- norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, arti ini bisa dirumuskan
sebagai sistem nilai. Sistem nilai bisa berfungsi dalam hidup manusia
perorangan maupun pada taraf sosial.
b. Etika berarti kumpulan asas
atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik.
c. Etika mempunyai arti ilmu
tentang apa yang baik atau buruk.
Faktor-faktor yang melandasi
etika adalah meliputi hal tersebut dibawah ini:
a. Nilai-nilai atau value.
b. Norma.
c. Sosial budaya, dibangun oleh
konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
tehnologi.
d. Religius
1) Agama mempunyai hubungan erat
dengan moral.
2) Agama merupakan motivasi
terkuat perilaku moral atau etik.
3) Agama merupakan salah satu
sumber nilai dan norma etis yang paling penting.
4) Setiap agama mengandung ajaran
moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para anggotanya.
e. Kebijakan atau policy maker, siapa stake holders nya dan / bagaimana kebijakan
yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai etika maupun kode etik.
Terdapat tiga pembagian mengenai etika, yaitu sebagai berikut:
a. Etika deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya
adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif tidak memberi
penilaian tetapi menggambarkan moralitas pada individu-individu tertentu,
kebudayaan atau subkultur tertentu dalam kurun waktu tertentu.
b. Etika normatif
Pada etika normatif terjadi penilaian tentang perilaku manusia. Penilaian
ini terbentuk atas dasar norma. Etika normatif bersifat preskriptif
(memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentukan benar atau tidaknya
tingkah laku. Etika normatif menampilkan argumentasi atau alasan atas dasar
norma dan prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan
dapat diterapkan dalam praktik.
c. Metaetika
“Meta” berasal dan bahasa Yunani yang berarti melebihi atau melampaui.
Metaetika mempelajari logika khusus dan ucapan-ucapan etis. Pada metaetika
mempersoalkan bahasa normatif apakah dapat diturunkan menjadi ucapan kenyataan.
Metaetika mengarahkan pada arti khusus dan bahasa etika.
Moral
Moral adalah nilai-nilai dan
norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya.
Beberapa sistem filsafat moral :
1. Hedonisme
Ditemukan pada aristipos dari Kyrene (sekitar 433 – 355 SM) seorang murid
Sokrates.
Hedonimesme itu sendiri merupakan suatu kesamaan yang dapat memuaskan
keinginan dan meningkatkan kuantitas kesenangan atau kenikmatan dalam diri
kita.
2. Aeudominisme
Menurut pendapast Aristoteles (384 – 322 SM) ia menegaskan bahwa dalam
setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan yang dapat dikatakan bahwa
setiap perbuatan kita ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita. Contohnya kita minum obat untuk bisa tidur dan kita tidur untuk dapat
memulihkan kesehatan.
3. Utilitatisme
a. Utilitasrime klasik
Aliran ini berasal dari tradisi pemikiran moral di United Kingdom dan
dikemudian hari berpengaruh keseluruh kawasan yang berbahasa Inggris. Pada
tahun 1711 – 1776 David Hume memberikan sumbangan penting kearah perkembangan
aliran sebagai dasar etis untuk memperbaharui hukum Inggris khususnya hukum
pindana.
b. Utilitarisme aturan
Ditemukan oleh filsafat Inggris yaitu Stephen Toulmin. Menegaskan bahwa
prinsip kegunaan tidak harus diterapkan atas aturan moral yang mengatur
perbuatan kita.
4. Deontologi
Disini memperhatikan hasil perbuatan baik tidaknya perbuatan dianggap
tergantung pada konsekuensinya.
Kaidah dasar moral
1.
Kaidah
sikap baik
Dimaksudkan bahwa kita wajib bertindak sedemikian rupa sehingga ada
kelebihan dari akibat baik dibandingkan tingkat akibat buruk.
2.
Kaidah
keadilan
Maksudnya yaitu keadilan dalam membagikan yang baik dan yang buruk.
Tahap-tahap dalam perkembangan moral
1.
Tingkat
Prakonvensional
Pada tingkat ini si anak mengaku adanya aturan-aturan dan baik serta buruk
mulai mempunyai arti baginya tapi hal itu semata-mata dihubungkan dengan reaksi
orang lain.
2.
Tingkat
Konvensional
Pada tingkat ini biasanya anak mulai beralih ke tingkat antara umur 10 dan
13 tahun. Disini perbuatan mulai dinilai atas dasar norma umum dan kewajiban
serta otoritas di junjung tinggi.
3.
Tingkat
Pascakonvensional
Tingkat ini disebut juga tingkat ”otonom” atau tingkat berprinsib. Pada
tingkat ketiga ini hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab
pribadi atas dasar prinsib yang dianut dalam batin.
Moralitas berasal dari bahasa latin Moralitas, artinya :
a. Segi moral suatu perbuatan atau
baik buruknya
b. Sifat moral atau keseluruhan
azas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk
B. Amoral dan Imoral
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata amoral berarti tidak bermoral
atau tidak berakhlak. Sedangkan immoral berarti bertentangan dengan moralitas
yang baik,secara moral buruk, tidak etis.
C.
Etika
dan Etiket
Etiket berasal dan bahasa Inggris Etiquette, Etiket berarti sopan santun,
sedangkan
Etika berarti moral dalam berprilaku.
Persamaan etika
dengan etiket:
a. Sama-sama menyangkut perilaku manusia.
b. Memberi norma bagi perilaku
manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan
atau tidak boleh dilakukan.
Perbedaan antara etiket
dengan etika:
Etiket :
1. Menyangkut cara sesuatu
perbuatan yang harus dilakukan
2. Hanya berlaku dalam pergaulan,
bila tidak ada orang lain tidak berlaku
3. Bersifat relative, tidak sopan
dalam satu kebudayaan, sopan dalam kebudayaan lain
4. Memandang manusia dari segi
lahiriyah
Etika :
1. Tidak terbatas pada cara
dilakukannya suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan itu sendiri
2. Selalu berlaku, tidak
tergantung hadir atau tidaknya seseorang
3. Bersifat absolut, contoh
“Jangan mencuri”, “Jangan berbohong”
4. Memandang manusia dan segi
bathiniah
D. Etika Sebagai Cabang Ilmu Filsafat
Etika sebagai cabang filsafat merupkan sebuah
peranan seperti halnya agama, politik, bahasa, dan ilmu-ilmu pendukung yang
telah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun. Etika sebagai
cabang filsafat menjadi refleksi krisis terhadap tingkah laku manusia, maka
etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuatu dengan tingkah laku
bagus saja. Ia harus bertindak berdasarkan pertimbangan akal sehat, apakah
bertentangan atau membangun tingkah laku baik.
Dalam hal ini akan mencoba memberikan alternatif
pemecahan dengaan membahas tentang “Etika Sebagai Cabang Filsafat”.
Pengertian
Filsafat
Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan
pemikiran kefilsafatan antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya
selalu berbeda dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri.
Menurut Surajiyo Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara
etimologi dan terminologi. (Surajiyo: 2010)
1. Arti Secara Etimologi
Filsafat dari kata philo yang
berarti cinta dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Secara etimologi
filsafat berarti cinta terhadap ilmu dan hikmah. Dalam hubungan ini al-Syabani
berpendapat, bahwa filsafat bukanlah hikmah melainkan cinta terhadap hikmah dan
berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap
positif terhadapnya. Untuk itu ia mengatakan bahwa filsafat berarti mencari
hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia.
2. Arti Secara Terminologi
Menurut istilah (terminologi)
filsafat adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan falsafah Islam,
memusatkan perhatian pada falsafah Islam dan menciptakan sikap positif terhadap
falsafah Islam. Filsafah Islam merupakan medan pemikiran yang terus berkembang
dan berubah. Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap filsafat
islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting
lagi adalah memahami proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui
kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman.
Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua sagi, yaitu:
1. Segi
semantik: filsafat berasal dari bahasa Arab yaitu falsafah. Dari bahasa Yunani
yaitu philosophia, yaitu pengetahuan hikmah (wisdom). Jadi, philosophia berarti
cinta pengetahuan, kebijaksanaan dan kebenaran. Maksudnya ialah orang
menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya dan mengabadikan dirinya kepada
pengetahuan.
2. Segi
praktis, filsafat yaitu alam pikiran artinya berfilsafat itu berpikir. Orang
yang berpikir tentang filsafat disebut filosof, yaitu orang yang memikirkan
hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh di dalam tugasnya. Filsafat
merupakan hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnya. Jadi, filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. (M. Yatimin Abdullah: 2006)
Dalam pengertian lain Burhanuddin Salam (2009) dalam
pengantar filsafatnya mengemukakan
pengertian filsafat dalam arti sempit dan dalam arti yang luas. Dalam arti yang
sempit, filsafat diartikan suatu ilmu yang berhubungan dengan metode logis atau
analisis logika bahasa dan makna-makna, filsafat diartikan sebagai “Science of
science”, di mana tugas utamanya memberikan analisis kritis terhadap
asumsi-asumsi dan konsep-konsep ilmu, dan mengadakan sistematisasi atau
pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat
mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagai lapangan pengalaman
manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif
tentang alam semesta, hidup dan makna hidup.
Selanjutnya beliau secara singkat mengemukakan makna
daripada filsafat, yaitu:
1)
Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta;
2)
Filsafat ialah suatu metode berpikir reflektif, dan penelitian
penalaran;
3)
Filsafat ialah suatu perangkat masalah-masalah;
4)
Filsafat ialah seperangkat teori dan sistem berpikir. (Burhanuddin
Salam: 2009)
Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan
gabungan dari dua kata, yakni “philo” yang berarti “cinta” dan “sophos” yang
berarti “kebijaksanaan”. Dengan demikian, secara etimologi filsafat mempunyai
arti “cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). (Muhamad Mufid: 2009) Jadi,
menurut namanya, filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta kepada
kebijaksanaan. (M. Ahmad Syadalim: 1999) Kata filsafat petama kali digunakan
oleh pythagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum jelas, kemudian
pengertian filsafat itu diperjelas seperti halnya yang banyak dipakai sekarang
ini oleh para kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399 SM). (Surajiyo:
2010) Dari berbagai pengertian di atas
Yatimin Abdullah (2006) melihat pengertian filsafat dari segi istilah, berarti
juga melihat filsafat dari segi definisinya. adapun definisi ilmu filsafat yang
diberikan oleh para ahli filsafat adalah sebagai berikut:
1. Plato (427 SM-347 SM) Mengatakan
filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengatahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang asli),
2. Aristoteles (384 SM-322 SM) Mengatakan
filsafat ialah ilmu pengetahuan yang mengikuti kebenaran, yang di dalamnya
terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
etistika.
3. Al-Farabi (889-950 M) Mengatakan
filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki
hakikat yang sebenarnya.
4. Immanuel Kant (1724-1804 M) Mengatakan
filssafat ialah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di
dalamnya empat persoalan, yaitu Tuhan, alam, pikiran dan manusia.
5. Prancis Bacon Mengatakan filsafat
merupakan induk agung dari ilmu-ilmu dan filsafat menangani semua pengatahuan
sebagai bidanngnya.
6. John Dewey mengatakan filsafat harus
dipandang sebagai suatuu pengungkapan menggenai penjuangan manusia secara
terus-menerus.
Perbedaan definisi itu menurut Ahmad Tafsir (1992)
disebabkan oleh berbedanya konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu karena
perbadaan keyakinan hidup yang dianut mereka. Perbadaan itu juga dapat muncul
karena perkembangan filsafat itu sendiri yang menyebabkan beberapa pengetahuan
khusus memisahkan diri dari filsafat. Sampai di sini dapat diambil kesimpulan
bahwa perbadaan definisi filsafat antara satu tokoh dengan tokoh lainnya
disebabkan oleh perbadaan konotasi filsafat pada mereka masing-masing.
Berfilsafat adalah berpikir, namun tidak semua
berpikir adalah berfilsafat. Berpikir dikatakan berfilsafat, apabila berpikir
tersebut memiliki tiga ciri utama, yaitu: radikal, sistematik, dan universal.
Berpikir radikal, artinya berpikir sampai ke
akar-akar persoalan, berpikir terhadap sesuatu dalam bingkai yang tidak
tanggung-tanggung, sampai kepada konsekueisinya yang terakhir. Berpikir
sistematik, artinya berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah
(step by steep) dengan penuh kesadaran, dengan urutan yang bertanggung jawab.
Berpikir unifersal, artinya berpikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada
bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan aspek yang konkret dan
absrtak atau yang fisik dan metafisik. (Cecep: 2008)
Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha
mengkaji segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan
pikiran. Bagian-bagiannya meliputi:
1. Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang
nyata,
2. Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
3. Logika yaitu pembahasa tentang cara
berpikir cepat dan tepat,
4. Etika yaitu pembahasan tentang tingkah
laku manusia,
5. Teologi yaitu pembahasan tentang
ketuhanan,
6. Antropologi yaitu pembahasan tentang
manusia.
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam
filsafat. Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi
karena ilmu tersebut kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin
ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses
perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan
filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri. (Alfan: 2011)
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera
bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh
konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai
kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam
kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia
selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk
untuk selama-lamanya di akhirat.
Pemikiran filsafat tentang jiwa
yang dikemukakan Ibnu Sina memberi petunjuk dalam pemikiran filsafat terhadap
bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep
ilmu etika.
Ibn Khaldun dalam melihat manusia mendasarkan pada asumsi-asumsi
kemanusiaan yang sebelumnya lewat
pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran Islam. Ia melihat sebagai mekhluk
berpikir. Oleh karena itu, manusia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya.
Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya,
tetapi juga menaruh perhatian pada berbagai cara guna memperoleh makna hidup.
Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban. Dalam pemikiran ilmu, Ibn
Khaldun tampak bahwa manusia adalah makhluk budaya yang kesempurnaannya baru akan
terwujud manakla ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ini menunjukan
tentang perlunya pembinaan manusia, termasuk dalam membina etika. Gambaran
tentang manusia yang terdapat dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan
masukan yang amat berguna dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara
membina manusia, memperlakukannya, dan berkomunikasi dengannya. Dengan cara
demikian akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan
kehidupan yang aman dan damai (M. Yatimin Abdullah: 2006).
Etika sebagai cabang filsafat dapat
dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap
aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk. Etika memiliki objek
yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia.
Filsafat sebagai pengetahuan berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
berdasarkan pikiran. (Yatimin: 2006) Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia
filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah filsafat etika. (Ahmad Tafsir:
2005).
E.
Peranan
Etika Dalam Dunia Moderen
Peranan etika dalam dunia modern
menyababkan adanya pluralism moral. Timbulnya masalah-masalah etis batu,
seperti seorang pengusaha saos yang lebih mementingkan uang dibanding dengan
memikirkan nasib para konsumen saos yang akan merasakan akibat saos yang dibuat
secara ‘curang’. Masalah seperti ini muncul karena tidak adanya etika yang baik
dari seorang pengusaha saos uang menyalahgunakan pengembangan teknologi.
Masalah – masalah seperti ini menjadi tantangan bagi agamawan, karena masalah –
masalah tersebut berkaitan dengan moral dan ajaran agama.
Etika perlu dibedakan dari moral.
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada
sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup.
Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang
bernilai serta kewajiban manusia.
Etika merupakan ilmu tentang norma,
nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran
moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional,
kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan
moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).
Pluralisme moral diperlukan karena:
1. pandangan moral yang berbeda-beda
karena adanya perbedaan suku,daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;
2. modernisasi membawa perubahan besar
dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang
pandangan moral tradisional;
3. berbagai ideologi menawarkan diri
sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang
bagaimana manusia harus hidup.
Etika sosial dibagi menjadi:
·
Sikap
terhadap sesama;
·
Etika
keluarga;
·
Etika
profesi, misalnya etika untuk dokumentalis, pialang informasi;
·
Etika
politik;
·
Etika
lingkungan hidup; serta
·
Kritik
ideologi.
Moralitas
Ajaran moral memuat pandangan
tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia.
Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.
Norma moral adalah tentang bagaimana
manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara
kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan
manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan
manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri.
Moral berkaitan dengan moralitas.
Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket
atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat,
agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber.
Pluralisme moral
Etika bukan sumber tambahan
moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral.
Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar,
sistematik dan normatif.
Rasional berarti mendasarkan diri
pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa
perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke
akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas
langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang
seharusnya.
F. Moral
dan Agama
Agama mempumyai
hubungan erat dengan moral. Dsar terpenting dari tingkah laku moral adalah
agama. Agama mengatur bagaimana cara kita hidup. Setiap agama mengandung ajaran
moral yang menjadi pegangan bagi setiap penganutnya.
G. Moral
dan Hukum
Hukum berhubungan
erat dengan moral. Contoh bahwa mencuri it adalah moral yang tidak baik, supaya
prinsip etis ini berakar di masyarakat maka harus dengan hukum.
Menurut Bertens
Hukum :
a. Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang,
mempunyai kepastian lebih
besar dan bersifat objektif
b. Hukum membatasi pada tingkah
laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
c. Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi
d. Hukum didasarkan atas kehendak
masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapat
merubah hukum. Hukum tidak menilai moral
Moral:
a. Moral bersifat subjektif. tidak tertulis dan mempunyai
ketidakpastian lebih besar
b. Moral menyangkut sikap batin
seseorang
c. Moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani
tidak tenang, sanksi dari
Tuhan
d. Moral didasarkan pada
norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara,
masyarakat dan negara tidak dapat merubah moral.