v Pengetahuan dan keyakinan
Pengetahuan dan Keyakinan adalah dua hal cukup
berlawanan. Meskipun begitu padadasarnya ada keterikatan yang kuat antara
Pengetahuan dan Keyakinan. Baik pengetahuanmaupun keyakinan sama sama merupakan
sikap mental seseorang dalam hubungan pada objektertentu yang disadarinya.
Dalam keyakinan objek yang disadari sebagai ada tidak perlu harusada
sebagaimana adanya sebaliknya dalam pengetahuan objek yang disadari ada harus
adasebagaimana adanyaDari hal diatas dapat disimpulkan, ada perbedaan antara
pengetahuan dan keyakinan.Keyakinan bisa saja keliru namun tetap disah dianut
sebagai keyakinan. Apa yang disadari bisasaja tidak ada dalam kenyataan.
Sebaliknya, pengetahuan tidak bisa salah atau keliru, apabila pengetahuan
salah maka tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan. Dalam pengetahuan objekyang dikaji harus benar benar ada.
1. Hubungan
antara Pengetahuan dan Keyakinan
Keyakinan
|
Pengetahuan
|
Objek yang disadari sebagai
ada itu, tidak perlu harus ada sebagaimana adanya.
|
Objek yang disadari itu
memang ada sebagaimana adanya.
|
Bisa keliru.
|
Tidak bisa keliru / selalu
mengandung kebenaran.
|
Apa yang disadari sebagai
ada, bisa saja tidak ada dalam kenyataannya.
|
Jika suatu pengetahuan
terbukti salah atau keliru, tidak bisa lagi dianggap sebagai pengetahuan.
|
Harus ditunjang oleh
bukti-bukti berupa acuan fakta, saksi, memori, catatan historis, dsb.
|
Dalam ilmu pengetahuan, pengetahuan dirumuskan menjadi proposisi.
Proposisi / hipotesis : pernyataan yang
mengungkapkan apa yang diketahui dan / atau diyakini sebagai benar yang perlu
dibuktikan lebih lanjut.
Pendapat :
a. Subjek yang bersangkutan harus
sadar bahwa dia tahu.
b. Tidak
perlu ada kesadaran bahwa subjek itu tahu.
2. Macam-Macam Pengetahuan Menurut Polanya
Tahu bahwa
|
Tahu bagaimana
|
Tahu akan / mengenai
|
Tahu mengapa
|
Tentang informasi tertentu.
|
Bagaimana melakukan suatu keterampilan, keahlian, kemahiran teknis
seperti manajemen, teknik, organisasi, komputer.
|
Sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengalaman / pengenalan pribadi.
|
berkaitan dengan penjelasan.
|
Tahu bahwa p,
dan bahwa pmemang benar.
|
Dikenal sebagaiknow-how. Berkaitan dengan
|
Biasanya bersifat singular / hanya berkaitan dengan objek khusus.
|
Lebih kritis. Merupakan pengetahuan paling tinggi dan mendalam, serta
ilmiah.
|
Disebut juga pengetahuan teoretis, ilmiah.
|
Disebut juga pengetahuan praktis.
|
Disebut juga pengetahuan berdasarkan pengenalan.
|
Perasaan Menurut Plato dan Aristoteles
a. Perasaan terkejut
b. Perasaan ingin tahu
c. Perasaan kagum
Hubungan :
Perasaan terkejut ketika terjadi sesuatu yang tak terduga, sehingga
terdorong untuk mengetahui mengapa hal itu terjadi. Setelah mendapatkan
penjelasan, pada akhirnya ia akan merasa kagum pada sesuatu yang tak terduga
tadi.
3. Hubungan antara Empat Macam
Pengetahuan
a. Antara ‘tahu bahwa’ dan ‘tahu
bagaimana’
‘tahu bagaimana’ hanya merupakan penerapan praktis dari apa yang telah
diketahui pada tingkat ‘tahu bahwa’.
b. Antara ‘tahu bahwa’ dan ‘tahu akan’
Michael Polanyi mengatakan bahwa supaya kita bisa ‘tahu bahwa sesuatu
sebagaimana adanya’, kita harus punya pengalaman pribadi secara langsung.
c. Antara ‘tahu bagaimana’ dan
‘tahu akan’
Dengan mengetahui sesuatu secara pribadi, seseorang pada akhirnya semakin
tahu bagaimana bertindak secara tepat.
d. Antara ‘tahu mengapa’ dan ketiga
jenis pengetahuan lainnya
- Untuk sampai pada pengetahuan yang mendalam dan akurat, kita tidak hanya
berhenti pada ‘tahu bagaimana’, melainkan kita perlu melangkah lebih jauh untuk
mengetahui mengapa sesuatu terjadi.
- Untuk bisa tahu bagaimana melakukan sesuatu, dalam banyak kasus kita perlu
mengetahui mengapa sesuatu terjadi.
- Untuk bisa mempunyai ‘pengetahuan mengapa’ sesuatu terjadi, kita perlu
mempunyai pengenalan pribadi, yaitu tahu secara mendalam tentang hal itu.
TAHU AKAN
(pengetahuan langsung melalui
pengenalan pribadi)
TAHU BAHWA
(masih bersifat umum)
TAHU MENGAPA
(Refleksi, abstraksi,
penjelasan)
TAHU BAGAIMANA
(pemecahan, penerapan,
tindakan)
4. Skeptisisme
Sikap dasar : bahwa kita tidak pernah tahu tentang apapun. Meragukan
kemungkinan bahwa manusia bisa mengetahui bahwa manusia benar-benar tahu tentang
sesuatu.
Sejarah :
Sejak zaman Yunani Kuno pada kelompok filsuf yang dikenal sebagai kaum
Sofis. Kaum Sofis meragukan kemungkinan pengetahuan akan alam karena menurut
mereka , manusia adalah ukuran dari segala-galanya.
Georgias :
a. Tidak
ada yang benar-benar ada.
b. Kalaupun
ada sesuatu yang ada di dunia ini, kita tidak bisa mengetahuinya.
c. Kalaupun kita bisa
mengetahuinya, kita tidak bisa mengkomunikasikan apa yang kita ketahui itu
kepada orang lain
v Sumber Pengetahuan Rasionalisme dan Empirisme
· Rasionalisme
Secara etimologis menurut
Bagus (2002), rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalims,
dan menurut Edwards (1967) kata ini berakar dari bahasa Latin ratio yang
berarti “akal”, Lacey (2000) menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya
rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang bahwa akal merupakan sumber
bagi pengetahuan dan pembenaran. Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah
pernyataan aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan
dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran
manusia
· Empirisisme
Empirisme secara etimologis
menurut Bagus (2002) berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata
ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria)
dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman
dalam”,“berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut Lacey (2000)
berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan
bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman
yang menggunakan indera.
Selanjutnya secara
terminologis terdapat beberapa definisi mengenai empirisme, di antaranya:
doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman,
pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal.
· Persamaan dan perbedaan antara
Rasionalisme dan Empirisme
Terdapat dua aspek umum dalam
realisme yang digambarkan dengan melihat pada realisme mengenai dunia
keseharian dari obyek makroskopik beserta sifat-sifatnya. Aspek pertama, yaitu
terdapat sebuah klaim tentang dimensi eksistensi suatu obyek yang nyata
(terlihat). Sementara itu, aspek yang kedua dari realisme tentang dunia
keseharian dari obyek makroskopis beserta sifat-sifatnya memiliki dimensi
kebebasan dalam hal kepercayaan yang dianut seseorang, bahasa yang digunakan,
skema konseptual, dan sebagainya (realisme generik).
Sifat dan penjelasan-penjelasan yang masuk akal dari paham realisme
merupakan issu-issu yang hangat diperdebatkan dalam metafisik kontemporer
mengenai berbagai obyek dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Hume (1999) di dalam
aliran empiris terdapat tiga prinsip pertautan ide. Pertama,
prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita
dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan, misalnya
apabila kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita
juga berpikir tentang adanya jendeka, pintu, atap, perabot sesuai dengan
gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderwi sebelumnya. Ketiga,
prinsip sebab- akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan
rasa sakit akibatnya. Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi
pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini.
Kebenaran yang bersifat a
priori seperti ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang
ada, namun menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia.
Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau secara a
posteriori. Perbedaan antara rasionalisme dengan empiris secara umum adalah
kalau pada aliran rasionalisme pengetahuan itu berupa a priori, bersumber dari
penalaran dan pembuktian-pembuktian pada logika dan matematika melalui deduksi,
sedangkan pada aliran empirisisme pengetahuan bersumber pada pengalaman ,
terutama pada pengetahuan dalam pembuktian-pembutiannya melalui eksperimentasi,
observasi, dan induksi.
Perbedaan antara
Rasionalisme dan Empirisisme oleh Immanuel Kant diambil jalan tengahnya, yaitu
Immanuel Kant mengajukan sintesis a priori. Menurutnya pengetahuan yang benar
bersumber rasio dan empiris yang sekaligus bersifat a priori dan a
posteriori. Sebagai gambaran, kita melihat suatu benda dikarenakan mata
kita melihat ke arah benda tersebut (rasionalisme) dan benda tersebut
memantulkan sinar ke mata kita (empirisme).
Menurut Edward (1967) secara
terminologi rasionalisme dipandang sebagai aliran yang menekankan akal budi
(rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan
bebas (terlepas) dari pengalaman inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh
melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya
dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak
memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari diri sendiri, yaitu
atas dasar asas-asas petama yang pasti.
Menurut Kattsoff (2004)
rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan hanya dipandang
sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya aliran ini yakin bahwa
kebenaran dan kesehatan terletak pada ide, dan bukannya di dalam barang
sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau
dengan yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam
pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja. Persamaan antara
rasionalisme dan empirisme adalah rasio dan indra manusia sama-sama berperan
dalam pembentukan pengetahuan.
v Teori-Teori Kebenaran Ilmiah
Kebenaran adalah penilaian terhadap sesuatu mengenai
baik-buruknya, benar-salahnya, dan pantas tidaknya sesuatu itu dipulikasikan ke
khalayak umum. Dalam pandangan Abbas Hamami (1983) kata kebenaran dapat
digunakan sebagai penilaian suatu benda yang konkrit atau abstrak. Akan tetapi
pada prinsipnya kebenaran akan terus berubah tergantung persepektif seseorang
terhadap suatu sujek dan keadaan sosial manusia.
Sedikit
telah dijelaskan mengenai kapan suatu pengetahuan bisa dinilai benar. Akan
tetapi dimensi kebenaran pengetahuan di atas tidak selamanya menjadi patokan
wajib dalam menilai pengetahuan yang ada. Sebab jenis pengetahuan manusia juga
berbeda-beda. Kedudukan ilmu pengetahuan dalam wilayah pemikiran tidak
selamanya diterima oleh semua orang. Oleh karena itu perlu adanya pengujian
terhadap ilmu pengetahuan yang ditemukan seseorang. Pengujian yang dimaksud
adalah pengujian mengenai nilai kegunaan dan kebenaran ilmu tersebut.
Kebenaran
suatu ilmu atau pengetahuan disandarkan pada teori-teori rumusan kebenaran
substansif untuk menilainya. Teori kebenaran ini dibawa oleh Michael Williams,
yaitu kebenaran korespondensi, kebenaran koherensi, kebenaran pragmatisme, dan
teori kebenaran lainnya (borchert, 1996).
Ø Kebenaran Korespondensi
Berpikir
benar korespondensi adalah berpikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan
dengan sesuatu lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan
atau berlainan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positivisme),
antara fakta dengan belief yang diyakini yang sifatnya spesifik (Phenominologi
Russel)
Dari uraian
di atas dapat dipahami bahwa suatu ilmu pengetahuan bisa dikatakan benar
apabila pada ilmu pengetahuan itu terdapat kesesuaian dengan objek yang
dipahaminya. Teori ini juga mendasarkan diri kepada kriteria tentang kesesuaian
antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan objek yang dikenai
pernyataan tersebut. Artinya pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang dari
suatu pemahaman terhadap proposisi (objek) sesuai dengan keadaan objek yang
dipahami itu (Valid).
Dengan
demikian kebenaran korespondensi erat kaitannya dengan fakta yang ada terhadap
suatu pernyataan, sebab dalam aliran ini kebenaran atau keadaan benar berupa
kesesuaian antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang
sungguh-sungguh merupakan halnya atau apa yang merupakan fakta-faktanya. Jika
fakta-fakta itu sendiri merupakan ide-ide, maka terdapatlah makna yang
berhubungan dengan makna-makna yang lain atau ide-ide yang berhubungan dengan
ide-ide dan hubungan ini ialah hubungan koherensi.
Ø Kebenaran Koherensi
Koherensi
merupakan teori kebenaran yang menegaskan bahwa suatu proposisi atau
(pernyataan suatu pengetahuan, pendapat, kejadian, atau informasi) akan diakui
sahih atau dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan dari
proposisi sebelumnya yang juga sahih yang dapat dibuktikan secara logis sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan logika.
Menurut Kattsoff (1986) dalam bukunya elements of philosophy “suatu
proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling
berhubungan dengan proposi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang
dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”. Secara
sederhana dapat disimpulkan bahwa bersadasarkan teori koherensi suatu
pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas maka dapat diungkapkan dengan
bahasa yang lebih sederhana bahwa teori kebenaran koherensi atau teori
kebenaran saling berhubungan yaitu suatu proposisi itu atau makna pernyataan
dari suatu ilmu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu mempunyai
hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu bernilai benar juga.
Ø Kebenaran Pragmatis
Teori
kebenaran pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah
makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul How To Make Our Ideas
Clear. Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis. Artinya suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia.
Teori
kebenaran ini lebih menekankan manfaat suatu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
dinilai benar apabila ia mampu memberikan nilai guna, kesenangan, serta mampu
membantu manusia dalam memperoleh pengalaman-pengalaman hidup. Menurut Kattsoff
(1986), teori kebenaran pragmatis ini meletakkan ukuran kebenaran dalam salah
satu macam konesekuensi. Atau, proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman-pengalaman,
pernyataan itu adalah benar.
Dalam
pandangan Willian James dan John Dewey yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Noeng
Muhadjir, james mengungkapkan bahwa yang benar adalah yang konkrit, yang
individual, dan yang spesifik. Dewy lebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran
merupakan korespondensi antara ide dengan fakta. Sedangkan pengertian
korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis.
Jadi menurut
pandangan teori ini suatu proposisi bernilai benar bila proposisi itu mempunyai
konsekuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secarah inheren dalam
pernyataan itu sendiri. Karena setiap pernyataan selalu terikat pada hal-hal
yang bersifat praktis, maka tiada kebenaran yang bersifat mutlak, yang berlaku
umum, yang bersifat ketat, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal,
sebab pengalaman itu berjalan terus dan segala yang dianggap benar dalam
perkembangannya itu senantiasa berubah. Hal itu karena dalam perakteknya apa
yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Atau degan kata
lain bahwa suatu pengertian itu tidak pernah benar melainkan hanya dapat
menjadi benar kalau saja dapat dimanfaatkan secara praktis.
1. Teori kebenaran korespondensi
Teori ini dikenal sebagai salah satu teori kebenaran tradisional atau teori yang paling tua. Dalam teori ini suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan kenyataan yang diketahuinya.
2. Teori kebenaran korehensi
Dalam teori ini dijelaskan bahwa kebenaran dari pengetahuan itu dapat diuji melalui kejadian-kejadian sejarah, atau juga pembuktian proposisi itu melalui hubungan logis jika pernyataan yang hendak di buktikan kebenarannya berkaitan dengan pernyataan-pernyataan logis atau matematis.
3. Teori kebenaran pragmatis
Pandangan teori ini bahwa suatu proposisi bernilai benar bila proposisi itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri.
4. Teori kebenaran sintaksis
Dalam teori ini nilai suatu kebenaran memilki nilai benar bila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.
5. Teori kebenaran semantis
Dalam teori di atas suatu pengetahuan akan memiliki nilai kebenaran sejauh pernyataan itu memilki fungsi yang amat praktis dalm kehidupan sehari-hari.
6. Teori kebenaran Non deskripsi
Dalam teori ini pengetahuan akan memilki nilai benar sejauh pernyataan itu memilki nilai benar sejauh pernyataan itu memilki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.
7. Teori kebenaran Logik yang berlebihan
Dalam Teori ini pada dasarnya apa pernyataan yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling melingkupinya.
o SIFAT KEBENARAN ILMIAH
Kebenaran tidak dapat lepas dari kualitas, hubungan
dan nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan
memiliki persepsi dan pengertian yang berbeda satu dengan yang lainnya, dan
disitu terdapat sifat dari kebenaran.Sifat kebenaran dapat dibedakan
menjadi tiga hal , yaitu :
1.
Kebenaran dari kualitas pengetahuan, pengetahuan terbukti benar dan menjadi
benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan pernyataan
itu.Kebenaran berkaitan dengan pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang
dimiliki ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun, pengetahuan itu berupa :
- Kebenaran biasa atau
subyektif, Pengetahuan ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya
subyektif, artinya amat terikat pada subyek yang mengenai.
- Pengetahuan ilmiah, yaitu
pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau bersifat spesifik
dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli
sejenis.Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan
sesuai dengan hasil penelitian yang penemuan muthakir.
- Pengetahuan filsafat, yaitu
jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran,
bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran analisis, kritis
dan spekulatif.Sifatkebenaran yang terkandung adalah absolute-intersubjektif.
- Kebenaran pengetahuan yang
terkandung dalam pengetahuan agama.Pengetahuan agama bersifat dogmatis
yang selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga
pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan
keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
- Kebenaran dikaitkan dengan
sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah
seseorang membangun pengetahuannya.
2.
Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan
karakterstik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara
tertentu untuk membuktikannya .Jadi jika membangun pengetahuan
melalui indera atau sense experience, maka pembuktiannya harus melalui indera
pula.
3.
Kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuanMembangun
pengetahuan tergantung dari hubungan antara subjek dan objek, mana
yang dominan.Jika subjek yang berperan , maka jenis pengetahuan ini
mengandung nilai kebenaran yang bersifat subjektif .Sebaliknya jika objek yang
berperan, maka jenis pengetahuannya mengandung nilai kebenaran yang sifatnya
objektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar