Selasa, 11 November 2014

Reading Course VI

v Pengetahuan dan keyakinan

Pengetahuan dan Keyakinan adalah dua hal cukup berlawanan. Meskipun begitu padadasarnya ada keterikatan yang kuat antara Pengetahuan dan Keyakinan. Baik pengetahuanmaupun keyakinan sama sama merupakan sikap mental seseorang dalam hubungan pada objektertentu yang disadarinya. Dalam keyakinan objek yang disadari sebagai ada tidak perlu harusada sebagaimana adanya sebaliknya dalam pengetahuan objek yang disadari ada harus adasebagaimana adanyaDari hal diatas dapat disimpulkan, ada perbedaan antara pengetahuan dan keyakinan.Keyakinan bisa saja keliru namun tetap disah dianut sebagai keyakinan. Apa yang disadari bisasaja tidak ada dalam kenyataan. Sebaliknya, pengetahuan tidak bisa salah atau keliru, apabila pengetahuan salah maka tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan. Dalam pengetahuan objekyang dikaji harus benar benar ada.

1.      Hubungan antara Pengetahuan dan Keyakinan

Keyakinan
Pengetahuan
Objek yang disadari sebagai ada itu, tidak perlu harus ada sebagaimana adanya.
Objek yang disadari itu memang ada sebagaimana adanya.
Bisa keliru.
Tidak bisa keliru / selalu mengandung kebenaran.
Apa yang disadari sebagai ada, bisa saja tidak ada dalam kenyataannya.
Jika suatu pengetahuan terbukti salah atau keliru, tidak bisa lagi dianggap sebagai pengetahuan.
Harus ditunjang oleh bukti-bukti berupa acuan fakta, saksi, memori, catatan historis, dsb.

Dalam ilmu pengetahuan, pengetahuan dirumuskan menjadi proposisi.

Proposisi / hipotesis : pernyataan yang mengungkapkan apa yang diketahui dan / atau diyakini sebagai benar yang perlu dibuktikan lebih lanjut.

Pendapat :
a.       Subjek yang bersangkutan harus sadar bahwa dia tahu.
b.      Tidak perlu ada kesadaran bahwa subjek itu tahu.

2.      Macam-Macam Pengetahuan Menurut Polanya

Tahu bahwa
Tahu bagaimana
Tahu akan / mengenai
Tahu mengapa
Tentang informasi tertentu.
Bagaimana melakukan suatu keterampilan, keahlian, kemahiran teknis seperti manajemen, teknik, organisasi, komputer.
Sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengalaman / pengenalan pribadi.
berkaitan dengan penjelasan.
Tahu bahwa p, dan bahwa pmemang benar.
Dikenal sebagaiknow-how. Berkaitan dengan
Biasanya bersifat singular / hanya berkaitan dengan objek khusus.
Lebih kritis. Merupakan pengetahuan paling tinggi dan mendalam, serta ilmiah.
Disebut juga pengetahuan teoretis, ilmiah.
Disebut juga pengetahuan praktis.
Disebut juga pengetahuan berdasarkan pengenalan.


Perasaan Menurut Plato dan Aristoteles
a.       Perasaan terkejut
b.      Perasaan ingin tahu
c.       Perasaan kagum
Hubungan :
Perasaan terkejut ketika terjadi sesuatu yang tak terduga, sehingga terdorong untuk mengetahui mengapa hal itu terjadi. Setelah mendapatkan penjelasan, pada akhirnya ia akan merasa kagum pada sesuatu yang tak terduga tadi.

3.      Hubungan antara Empat Macam Pengetahuan

a.      Antara ‘tahu bahwa’ dan ‘tahu bagaimana’
‘tahu bagaimana’ hanya merupakan penerapan praktis dari apa yang telah diketahui pada tingkat ‘tahu bahwa’.
b.      Antara ‘tahu bahwa’ dan ‘tahu akan’
Michael Polanyi mengatakan bahwa supaya kita bisa ‘tahu bahwa sesuatu sebagaimana adanya’, kita harus punya pengalaman pribadi secara langsung.
c.       Antara ‘tahu bagaimana’ dan ‘tahu akan’
Dengan mengetahui sesuatu secara pribadi, seseorang pada akhirnya semakin tahu bagaimana bertindak secara tepat.
d.      Antara ‘tahu mengapa’ dan ketiga jenis pengetahuan lainnya
-          Untuk sampai pada pengetahuan yang mendalam dan akurat, kita tidak hanya berhenti pada ‘tahu bagaimana’, melainkan kita perlu melangkah lebih jauh untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi.
-          Untuk bisa tahu bagaimana melakukan sesuatu, dalam banyak kasus kita perlu mengetahui mengapa sesuatu terjadi.
-          Untuk bisa mempunyai ‘pengetahuan mengapa’ sesuatu terjadi, kita perlu mempunyai pengenalan pribadi, yaitu tahu secara mendalam tentang hal itu.

  TAHU AKAN
(pengetahuan langsung melalui pengenalan pribadi)

TAHU BAHWA
(masih bersifat umum)

TAHU MENGAPA
(Refleksi, abstraksi, penjelasan)

TAHU BAGAIMANA
(pemecahan, penerapan, tindakan)

4.      Skeptisisme
Sikap dasar : bahwa kita tidak pernah tahu tentang apapun. Meragukan kemungkinan bahwa manusia bisa mengetahui bahwa manusia benar-benar tahu tentang sesuatu.
Sejarah :
Sejak zaman Yunani Kuno pada kelompok filsuf yang dikenal sebagai kaum Sofis. Kaum Sofis meragukan kemungkinan pengetahuan akan alam karena menurut mereka , manusia adalah ukuran dari segala-galanya.
Georgias :
a.       Tidak ada yang benar-benar ada.
b.      Kalaupun ada sesuatu yang ada di dunia ini, kita tidak bisa mengetahuinya.
c.       Kalaupun kita bisa mengetahuinya, kita tidak bisa mengkomunikasikan apa yang kita ketahui itu kepada orang lain

v  Sumber Pengetahuan Rasionalisme dan Empirisme

·         Rasionalisme

Secara etimologis menurut Bagus (2002), rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalims, dan menurut Edwards (1967) kata ini berakar dari bahasa Latin ratio yang berarti “akal”, Lacey (2000) menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia

·         Empirisisme

Empirisme secara etimologis menurut Bagus (2002) berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman dalam”,“berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut Lacey (2000) berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.
Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai empirisme, di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal.
·       Persamaan dan perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisme

Terdapat dua aspek umum dalam realisme yang digambarkan dengan melihat pada realisme mengenai dunia keseharian dari obyek makroskopik beserta sifat-sifatnya. Aspek pertama, yaitu terdapat sebuah klaim tentang dimensi eksistensi suatu obyek yang nyata (terlihat). Sementara itu, aspek yang kedua dari realisme tentang dunia keseharian dari obyek makroskopis beserta sifat-sifatnya memiliki dimensi kebebasan dalam hal kepercayaan yang dianut seseorang, bahasa yang digunakan, skema konseptual, dan sebagainya (realisme generik).
Sifat dan penjelasan-penjelasan yang masuk akal dari paham realisme merupakan issu-issu yang hangat diperdebatkan dalam metafisik kontemporer mengenai berbagai obyek dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Hume (1999) di dalam aliran empiris terdapat tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan, misalnya apabila kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendeka, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderwi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab- akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit akibatnya. Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini.
Kebenaran yang bersifat a priori seperti ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau secara a posteriori. Perbedaan antara rasionalisme dengan empiris secara umum adalah kalau pada aliran rasionalisme pengetahuan itu berupa a priori, bersumber dari penalaran dan pembuktian-pembuktian pada logika dan matematika melalui deduksi, sedangkan pada aliran empirisisme pengetahuan bersumber pada pengalaman , terutama pada pengetahuan dalam pembuktian-pembutiannya melalui eksperimentasi, observasi, dan induksi.
 Perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisisme oleh Immanuel Kant diambil jalan tengahnya, yaitu Immanuel Kant mengajukan sintesis a priori. Menurutnya pengetahuan yang benar bersumber rasio dan empiris yang sekaligus bersifat a priori dan a posteriori. Sebagai gambaran, kita melihat suatu benda dikarenakan mata kita melihat ke arah benda tersebut (rasionalisme) dan benda tersebut memantulkan sinar ke mata kita (empirisme).
Menurut Edward (1967) secara terminologi rasionalisme dipandang sebagai aliran yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengalaman inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari diri sendiri, yaitu atas dasar asas-asas petama yang pasti.
Menurut Kattsoff (2004) rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesehatan terletak pada ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau dengan yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja. Persamaan antara rasionalisme dan empirisme adalah rasio dan indra manusia sama-sama berperan dalam pembentukan pengetahuan.

v  Teori-Teori Kebenaran Ilmiah

Kebenaran adalah penilaian terhadap sesuatu mengenai baik-buruknya, benar-salahnya, dan pantas tidaknya sesuatu itu dipulikasikan ke khalayak umum. Dalam pandangan Abbas Hamami (1983) kata kebenaran dapat digunakan sebagai penilaian suatu benda yang konkrit atau abstrak. Akan tetapi pada prinsipnya kebenaran akan terus berubah tergantung persepektif seseorang terhadap suatu sujek dan keadaan sosial manusia.
Sedikit telah dijelaskan mengenai kapan suatu pengetahuan bisa dinilai benar. Akan tetapi dimensi kebenaran pengetahuan di atas tidak selamanya menjadi patokan wajib dalam menilai pengetahuan yang ada. Sebab jenis pengetahuan manusia juga berbeda-beda. Kedudukan ilmu pengetahuan dalam wilayah pemikiran tidak selamanya diterima oleh semua orang. Oleh karena itu perlu adanya pengujian terhadap ilmu pengetahuan yang ditemukan seseorang. Pengujian yang dimaksud adalah pengujian mengenai nilai kegunaan dan kebenaran ilmu tersebut.
Kebenaran suatu ilmu atau pengetahuan disandarkan pada teori-teori rumusan kebenaran substansif untuk menilainya. Teori kebenaran ini dibawa oleh Michael Williams, yaitu kebenaran korespondensi, kebenaran koherensi, kebenaran pragmatisme, dan teori kebenaran lainnya (borchert, 1996).

Ø  Kebenaran Korespondensi
Berpikir benar korespondensi adalah berpikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlainan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positivisme), antara fakta dengan belief yang diyakini yang sifatnya spesifik (Phenominologi Russel)
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa suatu ilmu pengetahuan bisa dikatakan benar apabila pada ilmu pengetahuan itu terdapat kesesuaian dengan objek yang dipahaminya. Teori ini juga mendasarkan diri kepada kriteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan objek yang dikenai pernyataan tersebut. Artinya pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang dari suatu pemahaman terhadap proposisi (objek) sesuai dengan keadaan objek yang dipahami itu (Valid).
Dengan demikian kebenaran korespondensi erat kaitannya dengan fakta yang ada terhadap suatu pernyataan, sebab dalam aliran ini kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuaian antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya atau apa yang merupakan fakta-faktanya. Jika fakta-fakta itu sendiri merupakan ide-ide, maka terdapatlah makna yang berhubungan dengan makna-makna yang lain atau ide-ide yang berhubungan dengan ide-ide dan hubungan ini ialah hubungan koherensi.

Ø  Kebenaran Koherensi
Koherensi merupakan teori kebenaran yang menegaskan bahwa suatu proposisi atau (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat, kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan dari proposisi sebelumnya yang juga sahih yang dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika.
            Menurut Kattsoff (1986) dalam bukunya elements of philosophy “suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa bersadasarkan teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
            Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas maka dapat diungkapkan dengan bahasa yang lebih sederhana bahwa teori kebenaran koherensi atau teori kebenaran saling berhubungan yaitu suatu proposisi itu atau makna pernyataan dari suatu ilmu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu bernilai benar juga.

Ø  Kebenaran Pragmatis
Teori kebenaran pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul How To Make Our Ideas Clear. Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. 
Teori kebenaran ini lebih menekankan manfaat suatu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dinilai benar apabila ia mampu memberikan nilai guna, kesenangan, serta mampu membantu manusia dalam memperoleh pengalaman-pengalaman hidup. Menurut Kattsoff (1986), teori kebenaran pragmatis ini meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konesekuensi. Atau, proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman-pengalaman, pernyataan itu adalah benar.
Dalam pandangan Willian James dan John Dewey yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir, james mengungkapkan bahwa yang benar adalah yang konkrit, yang individual, dan yang spesifik. Dewy lebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara ide dengan fakta. Sedangkan pengertian korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis.
Jadi menurut pandangan teori ini suatu proposisi bernilai benar bila proposisi itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secarah inheren dalam pernyataan itu sendiri. Karena setiap pernyataan selalu terikat pada hal-hal yang bersifat praktis, maka tiada kebenaran yang bersifat mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat ketat, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal, sebab pengalaman itu berjalan terus dan segala yang dianggap benar dalam perkembangannya itu senantiasa berubah. Hal itu karena dalam perakteknya apa yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Atau degan kata lain bahwa suatu pengertian itu tidak pernah benar melainkan hanya dapat menjadi benar kalau saja dapat dimanfaatkan secara praktis. 


1. Teori kebenaran korespondensi
Teori ini dikenal sebagai salah satu teori kebenaran tradisional atau teori yang paling tua. Dalam teori ini suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan kenyataan yang diketahuinya.

2. Teori kebenaran  korehensi
Dalam teori ini dijelaskan bahwa kebenaran dari pengetahuan itu dapat diuji melalui kejadian-kejadian sejarah, atau juga pembuktian proposisi itu melalui hubungan logis jika pernyataan yang hendak di buktikan kebenarannya berkaitan dengan pernyataan-pernyataan logis atau matematis.

3. Teori kebenaran pragmatis
Pandangan teori ini bahwa suatu proposisi bernilai benar bila proposisi itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri.

4. Teori kebenaran sintaksis
Dalam teori ini nilai suatu kebenaran memilki nilai benar bila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.

5. Teori kebenaran semantis
Dalam teori di atas suatu pengetahuan akan memiliki nilai kebenaran sejauh pernyataan itu memilki fungsi yang amat praktis dalm kehidupan sehari-hari.

6. Teori kebenaran Non deskripsi
Dalam teori ini pengetahuan akan memilki nilai benar sejauh pernyataan itu memilki nilai benar sejauh pernyataan itu memilki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.

7. Teori kebenaran Logik yang berlebihan
Dalam Teori ini pada dasarnya apa pernyataan yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling melingkupinya.
o   SIFAT KEBENARAN ILMIAH
Kebenaran tidak dapat lepas dari kualitas, hubungan dan nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terdapat sifat dari kebenaran.Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal , yaitu :
1.                Kebenaran dari kualitas pengetahuan, pengetahuan terbukti benar dan menjadi benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan pernyataan itu.Kebenaran berkaitan dengan pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang dimiliki ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun, pengetahuan itu berupa :
  1. Kebenaran biasa atau subyektif, Pengetahuan ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subyektif, artinya amat terikat pada subyek yang mengenai.
  2. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau bersifat spesifik dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli sejenis.Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian yang penemuan muthakir.
  3. Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran analisis, kritis dan spekulatif.Sifatkebenaran yang terkandung adalah absolute-intersubjektif.
  4. Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama.Pengetahuan agama bersifat dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
  5. Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya.
2.                Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan karakterstik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu   untuk membuktikannya .Jadi jika membangun pengetahuan melalui indera atau sense experience, maka pembuktiannya harus melalui indera pula.

3.                Kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuanMembangun pengetahuan tergantung dari hubungan antara subjek dan objek, mana yang dominan.Jika subjek yang berperan , maka jenis pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran yang bersifat subjektif .Sebaliknya jika objek yang berperan, maka jenis pengetahuannya mengandung nilai kebenaran yang sifatnya objektif.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar